Friday, November 12, 2010

menyatukan visi dan misi kita

MENYATUKAN VISI DAN MISI KITA
Oleh : KH. DRs. Arief Ichwanis AS.
ceramah/khidmat manaqib tqn suryalaya maret 2001


Allah SWT telah berfirman dalam Al-Quran : “Dan berpeganglah kamu semuanya kepada tali (Agama) Allah, dan janganlah kamu bercerai berai, dan ingatlah akan nikmat Allah kepadamu ketika kamu dahulu bermusuh-musuhan, maka Allah menjinakkan hatimu.

Lalu menjadilahkamu karena nikmat Allah orang-orang yang bersaudara ; dan kamu telah berada ditepi jurang neraka, lalu Allah menyelamatkan kamu dari padanya. Demikianlah Allah menerangkan ayat-ayat-Nya kepadamu, agar kamu mendapat petunjuk” (Ali Imron : 103).


Ayat tersebut sudah ada empat belas abad yang lalu, akan tetapi sebagian besar kaum muslimin hanya menjadikannya sebagai bacaan saja.

Lalu pada tahun 1956 muncullah Tanbiih Pendiri Pondok Pesantren Suryalaya, yang mengatakan “Ulah aya kabengkahan jeung sadayana” (jangan ada keretakan dengan sesamanya). Akan tetapi Tanbih inipun hanya sekedar dijadikan wacana bacaan saja oleh mayoritas ikhwan TQN di setiap acara manakiban. Mayoritas dari kita belum mampu melaksanakan dalam realitas kita.

Padahal kalau kita pelajari sejarah diberikannya al-Quran kepada manusia, Allah telah melukiskan dalam al-Quran dengan indahnya : “Kalau sekiranya Kami menurunkan al-Quran ini pada sebuah gunung, pastilah kamu akan melihatnya tunduk terpecah belah disebabkan takut kepada Allah. Dan perumpamaan-perumpamaan itu kami buat untuk manusia supaya mereka berfikir” (al-Nasyr : 21).

Jadi menurut ayat tersebut gunung akan hancur dan tidak akan mampu memikul, sebaliknya manusia mampu untuk memikulnya mengingat hanya manusia yang mau menerima amanat dari Allah. (QS. Al-Ahzab : 72).

Mengapa manusia sanggup menerima al-Quran ? Karena hanya manusia yang diberi piranti untuk melaksanakannya, sebagaimana dijelaskan al-Quran bahwa Allah mengeluarkan kamu dari perut ibumu dalam keadaan tidak mengetahui apa-apa, dan Dia memberi kamu pendengaran, penglihatan dan hati agar bersyukur.

Jelaslah bahwa keunggulan manusia dari makhluk lain dikarenakan manusia diberi 3 piranti utama oleh Allah yang tidak diberikan kepada makhluk lain. Ketiga piranti tersebut adalah :
  1. Pendengaran (telinga)

    Telinga adalah salah satu alat indra yang dibutuhkan oleh manusia dalam mengetahui ayat-ayat Allah, baik yang dimuka bumi, di langit atau yang ada dalam dirinya sendiri.

    Akan tetapi ayat-ayat Allah yang mampu diterima oleh telinga ini sangat terbatas, sebagaimana dijelaskan Sayyidina Ali bin Abi Thalib : “Apabila suatu nasihat dikeluarkan oleh hati Insya Allah akan diterima (masuk) oleh hati, sedangkan apabila suatu nasehat hanya dikeluarkan oleh mulut, maka akan diterima oleh telinga saja”.

  2. Penglihatan (mata)

    Mata merupakan indra untuk utama yang dapat melihat secara langsung ayat-ayat Allah, baik yang bersifat ayat Quraniyah maupun ayat-ayat Kauniyah.

    Akan tetapi mata ini kadang kala tidak mampu membedakan mana yang baik dan mana yang jelek, sehingga ada istilah “semut diujung sana kelihatan, sedangkan gajah dipelupuk mata tidak kelihatan”.

  3. Hati Nurani

    Maka untuk melengkapi kekurangan kedua alat indra tersebut, Allah memberi hati (qalbu) kepada manusia. jAdi bukan hanya sekedar akal saja.

    Ini diisyaratkan oleh sebuah kata hikmah :”Barangsiapa yang bertambah ilmu tidak bertambah hidayahnya, maka ia tidak akan bertambah dekatnya kepada Allah malahakan bertambah jauh”.

    Fungsi utama dari hati ini adalah untuk menerima hidayah dari Allah Ta’ala. Tentunya yang bisa menerima hidayahitu adalah hati yang bersih (suci) dari berbagai macam penyakit hati atau najis maknawi.

Adapun inti utama ajaran yang diberikan Guru Mursyid Kamil kita adalah alat untuk membersihkan hati sehingga hati kita tidak terkontaminasi oleh berbagai penyakit serta tidak dikuasai oleh syetan. Caranya tidak lain dengan mempergunakan hati kita untuk berdzikir kepada Allah SWT.

Karena kalau kita tidak mau mempergunakan hati kita untuk berdzikir kepada Allah, maka Allah telah mengamcamnya : “Dan sesungguhnya kami jadikan untuk (isi neraka jaham) kebanyakan dari jin dan manusia, mereka mempunyai hati, tetapi tidak dipergunakan untuk memahami (ayat-ayat Allah) dan mereka mempunyai mata (tetapi) tidak dipergunakannya untuk melihat (tanda-tanda kekuasaan Allah), dan mereka mempunyai telinga (tetapi) tidak dipergunakan untuk mendengar (ayat-ayat Allah). Mereka itubagaikan binatang ternak,bahkan mereka lebihsesat lagi. Mereka itulah orang-orang yang lalai (lupa untuk berdzikir kepada Allah)”. (Al-A’rof : 179).

Kita sebagai ikhwan TQN PP. Suryalaya, kalau berpegang teguh kepada ajaran yang diberikan oleh Guru Mursyid kita, Insya Allah tidak akan terjadi keretakan dan persengketaan (kabengkahan) diantara kita semuanya. Karena kita diikat oleh satu Guru Mursyid dan Talqin.
Kenapa kita tidak bersatu sekarang ? Bahkan kondisi negara kita sekarang sangat mengkhawatirkan ? Karena ummat Islam Indonesia baru menjadikan al-Quran hanya sekedar wacana bacaan, belum dilaksanakan seutuhnya. Padahal al-Quran sudah menyuruh kita untuk bersatu sejak 14 abad yang lalu.

Untuk itu kita perlu menjadikan Tanbih sebagai pedoman kehidupan sehari-hari kita, bukan sekedar wacana bacaan saja. Kita perlu bersatu padu agar tidak terjadi kabengkahan. Kita harus mengamalkan Tanbih dalam kehidupan sehari-hari kita, agar kita bersatudalam rangka lii’lai kalimatilah. (untuk keagungan kalimat Allah). Marilah kita buktikan bahwa “al-Islam Ya’lu wala Yu’la alaihi” (Islam itu tinggi dan tidak ada yang mampu lebih tinggi darinya).
Kita semua ditalqin agar membersihkan diri serta hati kita, maka kalau dzikir kita tidak diamalkan tidak akan berguna.


Marilah kita ikuti dan mencontoh Guru Mursyid kita yang menjadi panutan dan figur kita, sebagaimana diperintahkan Allah dalah surat Luqman ayat 15 : “Ikutilah jalan orang-orang yang kembali kepada-Ku”. Kita semuanya, mubaligh, doisen, guru. Pekerja, ikhwan biada adalah dalam rangka hidmat kepada Guru Mursyid harus satu misi dan satu visi.

sumber : suryalaya.org

ciri-ciri mursyid kamil

CIRI-CIRI MURSYID KAMIL
ceramah/khidmat manaqib tqn suryalaya februari 2001


Bagaimanakah ciri-ciri Mursyid Kamil yang munculnya 100 tahun sekali dan yang menjadi seorang pemimpin jaman?

Menurut kitab Khozinatul-Asror halaman 194 disebutkan bahwa Guru Mursyid yang sah menjadi pewaris Nabi Muhammad SAW diantaranya adalah :


  1. Seorang yang pintar (alim), karena yang bodoh tidak akan mampu memberi Irsyad (Petunjuk)

  2. Tidak mencintai dunia dan pangkat

  3. Baik dalam mendidik Nafsunya (Riyadlotun-Nafsi), seperti sedikit makan dan minum, serta berbicara dan banyak shalat, shadaqah serta berpuasa.

  4. Mempunyai sifat dan akhlaq terpuji, seperti : sabar, syukur, tawakkal, yakin, pemurah, qanaah, pengasih, rawadhu, shiddiq, haya, wafa, wiqor dan syukur (untuk lebih jelasnya lihat kitab tersebut).
Dalam kitab Tanwirul Qulub karangan Syeikh Muhammad Amin Kurdi disebutkan bahwa syarat seorang Guru Mursyid Kamil itu ada 24 syarat, yang ringkasnya adalah Sirah Guru Mursyid tersebut seperti sirah (perilaku) Rasulullah SAW. Diantaranya yang 24 itu adalah:
  1. Harus seorang yang alim dalam segala keilmuan yang dibutuhkan oleh para murid.

  2. Harus seorang yang arif terhadap kesempurnaan kalbu dan adab-adabnya, serta mengetahui segala bencana dan penyakit nafsu serta cara menyembuhkannya.

  3. Seorang yang lemah lembut, pemurah kepada kaum muslimin, khususnya kepada para muridnya. Apabila melihat para muridnya belum mampu untuk melawan nafsunya dan kebiasaannya yang jelak misalnya, Beliau lapang dada terhadap mereka setelah menasehatinya dan bersikap lemah lembut kepadanya sampai mereka mendapat petunjuk.

  4. Selalu menutupi segala yang timbul dari aib yang menimpa para muridnya.

  5. Bersih dari harta para muridnya serta tidak tamak terhadap apa-apa yang ada ditangan para muridnya

  6. Selalu melaksanakan perintah dan menjauhi segala larangan Allah, sehingga segala perkataannya berbekas pada diri para muridnya.

  7. Tidak banyak bergaul dengan para muridnya kecuali sekedar perlu dan selalu mengingatkan hal-hal yang baru dalam hal tarekat dan syari’ah sebagai upaya membersihkan jiwa dan agar beribadah kepada Allah dengan ibadah yang benar.

  8. Perkataannya bersih dari berbagai kotoran hawa nafsu, senda gurau, dan dari segala yang tidak bermanfaat.

  9. Lemah lembut dan seimbang dalam hak dirinya, sehingga kebesaran dan kehebatannya tidak mempengaruhi dirinya.

  10. Selalu memberi petunjuk kepada para muridnya dalam hal-hal yang dapat memperbaiki keadaannya.

Itulah diantara berbagai ciri-ciri Guru Mursyid Kamil yang akan mendidik kita agar sampai kepada Allah SWT, berdasarkan pengalaman dirinya yang memang Beliau sudah wusul kepada Allah SWT.

sumber : suryalaya.org

Thursday, November 11, 2010

mauludur rasul saw

MAULUDUR RASUL SAW

Oleh : KH. M. Zein ZA. Bazul Asyhab
ceramah/khidmat manaqib tqn suryalaya januari 2001


Berbeda-beda kaum Muslimin menyebut peringatan hari kelahiran Rasulullah SAW. ada yang menyebut : Maulid Nabi, Maulud Rasul, atau Mauludan menurut orang Sunda. Akan tetapi intinya sama adalah memperingati Hari Kelahiran Rasulullah SAW dan Mengambil hikmah dari peringatan tersebut.

Maulud adalah berasal dari Bahasa Arab “Walada, yalidu, wiladatan” yang artinya lahir. Jadi “maulud” isim maf’ul artinya yang dilahirkan (bayinya) sedangkan “maulid” isim makan artinya tempat lahir.

Mengapa kita harus memperingati hari kelahiran Rasulullah SAW ? karena dalam diri Rasulullah SAW itu ada contoh atau uswah yang wajib kita ikuti sebagai umatnya.

Hal ini ditegaskan oleh Allah SWT dalam surat Al-Ahzab ayat 21 :

“Sesungguhnya dalam diri Rasulullah itu ada contoh yang baik bagi orang-orang yang mengharap (Ridho) Allah, dan percaya terhadap hari akhir, serta orang-orang yang banyak berdzikir kepada Allah SWT”.





Mengapa masih banyak kaum muslimin yang tidak mencontoh kepada Rasulullah SAW ? karena orang-orang yang mau mencontohnya adalah harus mempunyai tiga sifat utama, yaitu :

  1. Yarjullah (mengharap Allah SWT) : Orang tersebut totalitas hidupnya hanya mengharap Ridho Allah dan mahabah kepada-Nya.

    Ini sebagaimana do’a yang selalu dibaca setiap ingin melaksanakan dzikir :

    “Ilaahi anta maqsuudi waridhoka mathlubi A’tini mahabbataka wa ma’rifataka, (“Ya Tuhanku ! hanya Engkaulah yang kumaksud dan keridhoan-Mu lah yang kucari, berilah aku kemampuan untuk mencintai-Mu dan ma’rifat kepada-Mu”).

    Orang yang telah menyerahkan secara total hidup dan matinya hanya kepada Allah SWT, mereka tidak akan menyalahkan orang lain, bahkan dirinya merasa termasuk yang dholim (Laa Ilaaha illa Anta Subhanaka inni kuntu munadholimin).

  2. Orang mau mencontoh Rasulullah SAW itu adalah orang-orang yang percaya akan Hari Akhir atau Hari Kiamat.

    Jadi orang-orang yang tidak percaya akan hari kiamat tidak akan mencontoh Perilaku Rasulullah SAW.

  3. Syarat terakhir bahwa orang yang mau mencontoh itu harus banyak berdzikir kepada Allah SWT.


Adapun hikmah yang terkandung dari peringatan maulud Rasulullah SAW adalah bahwa kita sebagai umatnya harus mampu :
  • Wiladatun-nafsi :

    yaitu kita harus mampu melahirkan nafsu yang baik untuk menggantikan nafsu yang jelek dalam diri kita.

    Tentunya dengan mencontoh dan mengikuti akhlaq Nabi Muhammad SAW dan pewarisnya, yaitu Guru Mursyid kita.

  • Wiladatun-nidhom :

    kita juga selanjutnya harus mampu memperbaiki nidhom dan organisasi kita serta meningkatkan kinerja kita.

    Untuk itu marilah kita tingkatkan pengabdian kita semuanya.

    Kepada seluruh korwil silahkan supaya lebih giat lagi dalam mengkoordinasikan para yayasan perwakilan.

    Kepada Pengurus Yayasan Perwakilan perlu ditingkatkan pelayanannya kepada seluruh ikhwan TQN. Ingatlah bahwa para Pengurus Yayasan Perwakilan tersebut ialah sebagai khodim (pelayan) ikhwan TQN bukan jadi raja ikhwan yang diikuti dan dihormati saja.

  • Wiladatun-daulah : kita harus mampu melahirkan bangsa yang sekarang sedang kesulitan.

    Sehingga bangsa kita mampu keluar dari kesulitannya. Sebagai ikhwan TQN kita harus bersyukur selalu mendo’akan kejayaan Agama dan Negara serta pada pemimpinnya. Tentunya perlu ditingkatkan lagi do’a kita serta marilah kita juga meningkatkan sholat fardhu diawal waktu secara berjamaah.

    Sebagai ikhwan TQN kita tidak perlu menyalahkan orang lain dan membeberkan kesalahan orang lain.

    Ingat pesan Pangersa Abah Anom : “Moal aya anu alus lamun euweuh anu goreng” (Tidak akan ada yang bagus kalau tidak ada yang jelek).

    Mengapa masih banyak orang kafir yang belum masuk Islam ? mengapa masih banyak kaum Muslimin yang melakukan maksiat ? karena kitanya masih dholim dan belum mampu menyalurkan Cahaya Allah SWT, ibarat cahaya sinar matahari yang mampu menyinari luar goa tetapi dalam goa tidak tersinari.

    Sudah menjadi sunatullah : mengapa melakukan maksiat ? karena hatinya kotor dan hati kotor tidak mampu memancarkan Cahaya Allah SWT. Insya Allah kalau hati kita bersih, pasti mampu memantulkan Cahaya Allah SWT sehingga menerangi sekelilingnya, seperti : keluarga, tetangga dan masyarakat sekitar.

    Marilah kita tingkatkan dakwah kita dengan ruh kita, bukan sekedar dengan ucapan saja.

  • Wiladatu ath-Thiflin Ma’ani : kita harus mampu melahirkan Thiflin ma’ani (ruh Qudsi) dan hakekat kemanusiaan kita, sehingga kita mampu kembali kepada Allah SWT. kecuali dilahirkan dua kali, lahir kedunia fana oleh ibu kita dan keluar dari nafsu kita untuk melahirkan “Thiflin Ma’ani” oleh Guru Mursyid kita.


Semoga Guru Mursyid kita dipanjangkan usia dunianya dan disehatkan jasmaninya. Amin.

sumber : suryalaya.org

Wednesday, November 3, 2010

qalbu

Qalbu

Banyak orang bingung dengan pengertian qalbu. Qalbu harus ditulis dengan huruf ‘q’ karena teks Arabnya menggunakan huruf (qaf). Di Indonesia banyak orang menuliskannya dengan huruf ‘k’ sehingga menjadi kalbu. Padahal ‘k’ adalah transliterasi dari (kaf) dan kalau ditulis (kalbu) maknanya adalah anjing. Jadi jauh benar bedanya antara qalbu (hatinurani) dengan kalbu (anjing).

Sebagian orang menerjemahkan qalbu dengan “hati”. Padahal hati (Inggris: liver) adalah organ tubuh yang ada di kanan dada dan fungsinya menyaring racun atau penyakit dari darah. Dalam Bahasa Arab hati disebut dengan ‘kibdun’ atau ‘kibdatun’. Bahasa Arab `Amiyah menyebutnya ‘kabid’. Jadi orang Arab tidak pernah memahami qalbu sebagai hati atau liver.

Hati juga sering dijadikan sebagai terjemahan dari ‘heart’ (Inggris) yang bermakna jantung, karena itu bentuknya sering digambarkan seperti jantung (♥).

Hati digunakan sebagai terjemahan ‘qalb’ (Arab) meskipun bahasa Arab menyebut hati ‘kibd’. Hati digunakan sebagai terjemahan ‘heart’ (Inggris) yang sebenarnya adalah jantung. Lalu hati juga digunakan sebagai terjemahan dari ‘liver’ (Inggris) atau ‘hephar’ (Latin). Jadi sebenarnya apa itu hati, apa itu qalbu?


(Syekh Shohibulwafa Tajul Arifin/Abah Anom Suryalaya)

Dua Macam Qalbu
  1. Qalbu jismani, yaitu jantung

    Ada hadits tentang qalbu yang sangat populer di masyarakat, sering diucapkan oleh para ustadz dan muballigh dalam ceramah-ceramah mereka. Tapi sayangnya orang kurang cermat memahami makna qalbu pada hadits ini.

    Abu Nu`aym menceritakan bahwa Rasulullah s.a.w. berkata: “Sesungguhnya di dalam jasad ada sebongkah daging; jika ia baik maka baiklah jasad seluruhnya, jika ia rusak maka rusaklah jasad seluruhnya; bongkahan daging itu adalah QALBU”.

    Hadits di atas jelas menyebut qalbu sebagai bongkahan daging (benda fisik) yang terkait langsung dengan keadaan jasad atau tubuh manusia. Bongkahan daging mana yang kalau ia sakit atau rusak maka seluruh jasad akan rusak?

    Bahasa Arab mengenal qalbu dalam bentuk fisik yang di dalam kamus didefinisikan sebagai ‘organ yang sarat dengan otot yang fungsinya menghisap dan memompa darah, terletak di tengah dada agak miring ke kiri’. Jadi, qalbu adalah jantung. Dokter qalbu adalah dokter jantung. Jantung adalah bongkahan daging yang kalau ia baik maka seluruh jasad akan baik atau sebaliknya kalau ia rusak maka seluruh jasad akan rusak.

  2. Qalbu ruhani, yaitu hatinurani.

    Ada juga jenis qalbu yang kedua, sebagaimana digambarkan dalam hadits berikut:

    “Sesungguhnya orang beriman itu, kalau berdosa, akan akan terbentuk bercak hitam di qalbunya”. (HR Ibnu Majah)

    Jadi kalau banyak dosa qalbu akan dipenuhi oleh bercak-bercak hitam, bahkan keseluruhan qalbu bisa jadi menghitam. Apakah para penjahat jantungnya hitam? Apakah para koruptor jantungnya hitam? Tanyakanlah kepada para dokter bedah jantung, apakah jantung orang-orang jahat berwarna hitam? Mereka akan katakan tak ada jantung yang menghitam karena kejahatan dan kemaksiatan yang dibuat. Lalu apa maksud hadits Nabi di atas?

    Qalbu yang dimaksud dalam hadits itu adalah qalbu ruhani. Ruh (jiwa) memiliki inti, itulah qalbu. Karena ruh (jiwa) adalah wujud yang tidak dapat dilihat secara visual (intangible) maka qalbu yang menjadi inti (sentral) ruh ini pun qalbu yang tidak kasat mata. Dalam bahasa Indonesia ‘qalbu ruhani’ disebut dengan ‘hatinurani’. Mungkin karena dianggap terlalu panjang dan menyulitkan dalam pembicaraan, maka orang sering menyingkatnya menjadi ‘hati’ saja. Padahal ada perbedaan besar antara ‘hati’ dengan ‘hatinurani’ sebagaimana berbedanya ‘mata’ dengan ‘mata kaki’.

Rupanya, istilah qalbu mirip dengan heart dalam bahasa Inggris, sama-sama memilki makna ganda. Heart dapat bermakna jantung (heart attack, serangan jantung) dapat juga bermakna hatinurani (you’re always in my heart, kamu selalu hadir di hatinuraniku). Maka apabila mendengar perbincangan tentang qalbu perhatikanlah konteksnya. Kalau yang berbicara adalah dokter medis, tentu qalbu yang diucapkannya lebih bermakna jantung. Tapi bila dikaitkan dengan perbincangan tentang moral, iman atau spiritualitas, maka maknanya lebih mengarah pada hatinurani yang wujudnya ruhaniah.

Qalbu orang yang berdosa akan menghitam. Ungkapan ‘menghitam’ di sini adalah ungkapan perumpamaan (majâzi, metaphoric) bukan ungkapan sesungguhnya (haqîqi). Namun bukan berarti karena dosa tak kan nampak bekas-bekas fisiknya lalu kita akan seenaknya saja berbuat dosa. Na`ûdzubillâh min dzâlik...

sumber : qalbu.net (5/8/2010)

artikel tasawuf

artikel tasawuf :
  1. qalbu

artikel tqn

Artikel TQN :

Tuesday, November 2, 2010

baju iman yang lengkap

BAJU IMAN YANG LENGKAP
Oleh : KH. M. Zein ZA. Bazul Asyhab
ceramah/khidmat manaqib tqn suryalaya desember 2000


Dalam kitab Miftahush-shudur juz 1 hal 20 tersirat yang mendorong kita untuk bersyukur sebagai manusia yang diberi Hidayah Iman, karena dari jumlah manusia di dunia + 6,5 Milyar, yang beriman hanya 1,5 milyar saja, dan juga bertaqwa semuanya seperti kata iman yang selalu disambungkan dengan kata taqwa atau disingkat (imtaq). Dalam hadits dikatakan yang artinya :”Iman itu telanjang dan pakaiannya adalah taqwa”.

Kalau diilustrasikan pakaian adalah ada dua yaitu pakaian luar dan pakaian dalam, kalau kita hanya memakai pakaian luar saja bisa masuk angin dan kurang percaya diri karena ketakutan kelihatan yang di dalamnya. Sedangkan kalau kita memakai pakaian dalam saja kemudian jalan-jalan maka seperti orang yang kurang ingatan atau sangat tidak pantas.

Baju dalam adalah upaya untuk memperbaiki bathin kita yaitu dengan dzikir tarekat. Sedangkan baju luar adalah ibadah lahiriyah. Di sini kita kelihatan bahwa begitu penting kedua pakaian atau ilmu tersebut sebagai penyempurna iman.

Keimanan tidak lepas dari ilmu Tauhid. Karena itu, siapa saja yang kurang ilmu Tauhidnya harus mempelajarinya, yaitu dengan mengkaji ilmu Tauhid dalam kitab-kitab Tijan, Fathul Majid, Kifayatul Akhyar dan lain-lain. Atau mempelajari buku-buku yang sudah ada dan berbahasa Indonesia.

Dan apabila telah dapat ilmu Tauhidnya, harus diteruskan dengan menyalurkannya sampai kepada keyakinan yang paling dalam yaitu Haqqul Yakin. Untuk memperoleh keyakinan yang demikian diperlukan ilmu yang lain yaitu ilmu Tasawwuf yaitu dengan dzikir tarekat.
Sebagai contoh : Kita semua percaya, bahwa Allah itu melihat dan mendengar, kita juga yakin dengan hal itu bahkan sangat yakin. Tetapi kita masih berani menjelekkan orang lain dengan suara bisik-bisik dan ngumpet-ngumpet karena takut ketahuan orangnya. Padahal Allah lebih mendengar dan lebih melihat.

Nah disini kelihatan keyakinan tadi baru sampai dimulut saja belum sampai ke hati. Oleh karena itu diakui atau tidak, senang atau tidak, kenyataannya bahwa tidak akan sampai pada keyakinan yang mendalam atau Haqqul Yaqin tanpa dibarengi dengan ilmu tasawwuf atau dzikir tarekat.

Dalam kitab Tawirul Qulub dijelaskan bahwa “untuk memindahkan maqam seseorang dari suatu keadaan kepada keadaan lain harus dibimbing oleh seorang Musaliq (Mursyid)”. Oleh sebab itu orang yang tidak mempunyai mursyid akan sukar memperbaiki hatinya.


Dalam kitab Miftahush-shudur dikatakan : “ketahuilah bagi orang yang tidak mengambil guru untuk membimbing dia dari sifat-sifat tercela (sombong, dengki, ngupat dan lain-lain, yang selalu bertambah di dalam diri kita kalau tidak diobati dan tidak akan mati sampai kapanpun) dia durhaka terhadap Allah dan Rasul-Nya karena dia tidak akan mendapatkan petunjuk untuk mengobatinya, walaupun sekuat tenaga mengamalkan amalan-amalan dan riyadloh-riyadloh tanpa bimbingan Syeikh dan tidak akan bermanfaat yang sebenarnya sesuai dengan tujuannya walaupun dia hapal 1000 kitab”.

Selain ilmu tauhid ada ilmu lain untuk mengatur ibadah badan (jasmani) yaitu ilmu Fiqh. Ada orang berpendapat bahwa di Suryalaya tidak mengamalkan Fiqh, pendapat itu tidak berdasar karena dalam melakukan ibadah sehari-hari kita selalu melakukan aturan fiqh, sebagai contoh dalam shalat kita membaca takbir yang sama dengan yang diatur oleh fiqh, membaca surat al-Fatihah, ruku’, sujud dan sebagainya. Jadi dalam keseharian kita sudah berfiqh adapun masalah kekurangan dan kelebihannya itu wajar karena kita adalah manusia yang mempunyai keterbatasan dan sangat heterogen.

Di Suryalaya untuk mengamalkan dzikir tidak ada testing dulu, apakah fiqhnya sudah bagus atau tidak, tetapi mempunyai prinsip apabila ada yang ingin diTalqin harus buru-buru karena bisa jadi menjadi walinya duluan dia.

Adapun untuk kekurangan-kekurangannya kita tidak tinggal diam tetapi terus mengupayakan perbaikan melalui pengajian-pengajian manakiban. Hal ini dilakukan oleh Bidang Ilmu dan Dakwah dan seluruh mubaligh yang ada di Pondok Pesantren Suryalaya.

Dan bagi orang yang telah melaksanakan fiqh dengan baik jangan lupa meneruskan dengan kekhusu’an. Karena kekhusuan tidak dapat hanya dengan mengandalkan ilmu fiqh saja. Khusu’ adalah memfokuskan hati hanya kepada Allah Swt, tidak bolak-balik kesana-kemari. Caranya dengan menggunakan ilmu tasawwuf yaitu dengan dzikir khafi.

Dalam kitab Miftahush-shudur juz II hal. 45 dikatakan : “Melakukan shalat adalah dzikir, dzikir juga dzikir, shaum pun dzikir, haji juga dzikir, belajar ilmu agama yang dasar atau mendalam adalah dzikir juga, berfatwa tentang agama juga dzikir, membaca Quran juga dzikir, amar ma’ruf nahyi munkar juga dzikir, ibadah adalah bermacam-macam sedangkan yang ditujunya adalah satu yaitu Allah”.

sumber : suryalaya.org

firasat seorang mursyid

FIRASAT SEORANG MURSYID
Oleh : KH. M. Abdul Gaos SM.
ceramah/khidmat manaqib tqn suryalaya november 2000


Dalam mankobah ke-37 : “Syaikh Ahmad Kanji menjadi murid Syaikh Abdul Qodir al-Jailani”, diterangkan begitu pekanya seorang Guru (Syaikh Abi Ishaq Maghribi) terhadap bathin muridnya (Syaikh Ahmad Kanji). Ini terlihat ketika terbersit dalam hatinya sebuah pertanyaan “Mengapa tarekat Syaikh Abdul Qodir al-Jaelani lebih disukai dibandingkan tarekat lainnya. Sehingga diantara pengamalnya ada yang paling pintar bahkan yang paling jahil pun ada”.

( Syaikh Abdul Qodir al-Jailani)

Semua yang terlintas di hati seorang murid terkontrol oleh sang Guru dikarenakan mempunyai firasat tajam serta pancaran nur dari Allah. Maka ketika itu syaikh Abi Ishak berkata : “Apakah engkau tahu martabat Syaikh Abdul Qodir al-Jailani ?. Sesungguhnya Syaikh Abdul Qodir itu memiliki 12 sifat. Yang apabila semua pepohonan dijadikan penanya serta lautan dijadikan tintanya dan ditulis oleh seluruh manusia serta jin, maka sampai habis usia manusia dan jin pun tidak akan tertulis walau hanya satu sifat pun. Dikarenakan ketinggian dan kedalaman sifat yang dimiliki Syaikh Abdul Qodir al-Jailani.

Setelah mendengar uraian tersebut, langsung Syaikh Ahmad Kanji tertarik untuk mempelajari tarekat Syaikh Abdul Qodir al-Jailani. Berbeda dengan yang terjadi di negara kita. Sikap seorang guru yang mewasiatkan kepada muridnya untuk mempersilahkan mengikuti manaqib tetapi melarang untuk mengamalkannya. Sehingga banyak yang sudah mengikuti manaqib tetapi tidak mau untuk di talqin dzikir akibat wasiat gurunya itu. Bahkan gurunya itu bersikap seperti yang disebutkan dalam surat Qaaf : 25 : “Yang sangat menghalangi kebajikan, melanggar batas lagi ragu-ragu”.

Dia takut kehabisan alas, padahal Pangersa Abah tidak pernah mengambil alas. Beliau hanya diam di Pondok Pesantren Suryalaya dan tidak pernah mengaku mempunyai murid, bahkan hanya mengatakan :”Abah itu hanya mempunyai Ikhwan”. Begitulah cara berkelit seorang Guru Mursyid yang mempunyai murid tetapi tidak pernah diakui sendiri, semuanya hanya kepunyaan Allah.



(Syekh Shohibulwafa Tajul Arifin/Abah Anom Suryalaya)


(KH. M. Abdul Gaos SM/Ajengan Gaos)

Maka sampailah Ahmad Kanji di daerah Ajmir, sebagai seorang ahli wudhu begitu melihat mata air, beliau berwudhu lalu shalat dan beristirahat. Diantara keadaan bangun dan tidur ketika istirahat tesebut datanglah Syaikh Abdul Qodir al-Jailani.

Peristiwa ini menunjukkan bahwa rahmat Allah akan lebih cepat bagi orang yang menginginkannya. Apabila seseorang berjalan menuju Allah, maka Allah akan lari kepadanya. Terlihat dengan cepatnya seorang Guru dalam menyambut calon muridnya. Oleh karena itu jika ada keinginan dalam hati untuk bertemu Guru, maka harus secepatnya jangan ditunda-tunda atau malahan sampai tidak jadi. Walaupun mendadak jatuh sakit ataupun jatuh miskin dan harus meminjam atau menjual sesuatu untuk dijadikan ongkos perginya. Bukan berarti ini Kultus Individu, tetapi ketika kita belajar tarekat, hal seperti ini adalah masalah ruh.

Selama ini banyak orang menafsirkan ayat : “Telah muncul kerusakan di darat dan di lautan”. Padahal ada makna yang lebih mendalam lagi yaitu telah muncul kerusakan di dalam jasad atau tubuh (darat) dan kerusakan di dalam hati (lautan). Buktinya banyak orang yang pakaiannya indah dan mewah tetapi hatinya rapuh dan keropos. Sebaliknya banyak juga orang yang pakaiannya kelihatan compang-camping tetapi hatinya kaya dan bahagia. Pangersa Abah ingin memelihara keseimbangan. Maka melaksanakan dua jenis dzikir, yaitu dzikir Jahar dan dzikir Khofi.
Dalam mankobah di atas Syaikh Ahmad Kanji dilarang oleh gurunya supaya tidak memikul kayu bakar karena kepalanya sudah dimahkotai. Ini bukan berarti melarang berusaha, tetapi justru supaya lebih meningkatkan usaha. Kalau dahulu dipikul, sekarang harus didorong, tadinya didorong sekarang harus memakai kendaraan.

Dalam istilah Pangersa Abah, “Belajar tarekat itu harus ada sesuatu yang bisa dilihat peningkatannya”. Istilah “Harus ada” disini kata guru karena Beliau tidak ujub bagi kita sebagai motivasi agar mau bekerja dan meningkatkan kualitas ilmu dengan membaca, lebih khusus lagi para Wakil Talqin ada maklumat Beliau agar mereka rajin membaca kitab karangan para ulama besar. Jangan sampai setelah melaksanakan tugas amaliah, langsung pulang padahal manaqib belum selesai. Atau ketika disuruh membaca Tanbih, malah menawar ingin ceramah. Sebenarnya kita itu harus selalu siap ditempatkan dimana saja oleh Guru, bahkan disuruh mencuci piringpun harus siap tidak perlu menawar. Malah justru yang meningkatkan diri kita itu harus Guru, bukan keinginan kita sendiri. Kita semua hanya niat berkhidmat saja.

“Sesuatu hasil yang bisa dilihat” adalah sebagai motivasi agar kita mau bekerja, hakikatnya sebagai suatu pernyataan bahwa siapa saja yang melaksanakan TQN PP. Suryalaya dengan sungguh-sungguh (enya-enya) akan tercapai kebaikan dzohir dan bathin. Modalnya setiap orang sama termasuk yang diberikan kepada Rasulullah SAW. yaitu talqin Dzikir sama seperti kita. Bedanya kita itu malah ada yang semakin redup cahayanya, bahkan hilang sama sekali dengan meninggalkan kebaikan manaqiban ataupun khotaman.

Seharusnya semakin berkembang sinarnya sehingga mampu menyinari kita, keluarga, tetangga, dan masyarakat. Manaqibnya semakin banyak dan khotamannya semakin rajin. Untuk sekedar menghadapi sakaratul maut saja alhamdulillah kita semua sudah memilikinya. Yang lebih penting adalah meningkatkan diri. Maka contoh dari Nabi SAW. jika mau berdzikir itu diperintahkan untuk menutup pintu dan bertanya apakah ada orang asing? Setelah itu pejamkan mata agar tidak ada sesuatu yang dilihat selain Allah SWT.

Banyak Ikhwan yang terkecoh dan terlena dengan keadaan. Bahwa dzikir itu harus menangis dan mengeluarkan air mata. 23 tahun yang lalu di Bogor ada seorang tokoh Ikhwan yang berkata : “Jika dzikir sudah nikmat bisa menangis”.Maka kami langsung berdiri dan berkata :”Kalau ciri dzikir nikmat itu menangis, maka saya akan berhenti dzikir TQN". Alasannya : Guru saya Pangersa Abah tidak pernah berdzikir sambil manangis atau berdo’a sambil menangis. Kalau nikmat dzikir seperti itu berarti saya berguru kepada orang yang tidak nikmat dzikirnya. Karena ciri dzikir nikmat itu bukan menangis. Adapun menangis bukan disengaja dan bukan tujuan, melainkan akibat tersentuh. Apabila tersentuh kenikmatan dzikir, maka akan khusyu serta mengeluarkan air mata akibat terbakar dosanya dan menyelam dalam lautan Allah. Itupun baru cirinya saja bukan tujuan kita.

sumber : suryalaya.org

Monday, November 1, 2010

ibnu taymiah pengikut syeikh abdul qodir jailani

IBNU TAYMIAH PENGIKUT SYEIKH ABDUL QODIR JAILANI
Oleh : Dr. Afif Muhammad
ceramah/khidmat manaqib tqn suryalaya oktober 2000


Biasanya orang yang mengkritik sesuatu, dianggap sebagai orang yang anti terhadap sesuatu yang dikritiknya itu. Misalnya Imam al-Ghazali sewaktu beliau mengkritik filsafat, beliau dianggap sebagai orang yang anti terhadap filsafat. Tidak hanya itu, bahkan beliau dianggap sebagai “Pembantai filsafat” (Pembunuh Ayam Bertelur Emas).

Hal serupa diatas juga dialami oleh Ibnu Taymiyah ketika beliau mengkritik tasawuf. Ketika itu beliau dianggap sebagai ulama yang anti terhadap tasawuf oleh banyak kalangan. Bahkan sampai sekarang pun masih ada kalangan yang beranggapan demikian. Anggapan atau lebih tepatnya tuduhan demikian merupakan sesuatu hal yang tidak berdasar.

Padahal berdasarkan pada penellitian, Ibnu Taimiyah ketika itu hanya mengkritik istilah tasawuf saja, bukan terhadap kehidupan tasawuf. Menurut Ibnu Taimiyah, tasawuf merupakan istilah yang tidak mempunyai akar sama sekali baik di dalam al-Qur’an maupun Hadits. Kalau tasawuf itu diartikan sebagai kejernihan hati, maka mestinya dipakai istilah sofa-yasfu-sofwan, bukan tashowufan. Dan kalau diartikan sebagai barisan yang rapat, maka istilah yang digunakan adalah sofa-ya suffu-soffan, bukan tashowuufan. Begitu juga bila diartikan bulu domba, maka yang ada adalah istilah suffan, bukannya tashowuffan. Dengan demikian menurut Ibnu Taimiyah, istilah tasawuf hanya mengada-ada saja. Dan menyarankan untuk menggunakan istlah yang laon saja. Adapun terhadap praktek kehidupan bertasawuf itu sendiri beliau tidak melarangnya.

Salah satu bukti Ibnu Taimiyah tidak melarang praktek tasawuf adalah beliau menulis sebuah kitab yang merupakan sarah ,dari kitab “Futuhul Ghaib”, karya Syeikh Abdul Qodir Jaelani Q.S. dalam tradisi ilmiyah (menulis) di jaman klasik dibedakan antara membantah, mengkritik, dan menjelaskan (sarah). Tulisan yang bersifat membantah merupakan penolakan atau penentangan terhadap pandangan-pandangan yang dibantahnya. Artinya penulis yang membuat bantahan mengambil posisi “berlawanan” dengan penulis yang dibantahnya.


(Syekh Abdul Qodir Al-Jaelani)


(KH Shohibulwafa Tajul Arifin/Abah Anom Suryalaya)

Sedangkan tulisan yang mengkritik merupakan tulisan yang hanya meluruskan dan memberikan saran terhadap tulisan-tulisan atau dari seorang “kawan”. Adapun sarah atau penjelasan merupakan tulisan yang bermakna menjelaskan pandangan-pandangan atau karya-karya dari orang yang dihormati dan memiliki pandangan yang sama dengan orang yang membuat sarah tersebut.

Bisa saja sarah itu berupa penjelasan dari murid terhadap pandangan-pandangan gurunya.


sumber : suryalaya.org

ilmu dan dzikir

ILMU DAN DZIKIR
Oleh: KH. M. Zein ZA. Bazul Asyhab
ceramah/khidmat manaqib tqn suryalaya septembuer 2000


Allah berfirman dalam Al-Quran yang artinya : Bahwa Aku turunkan al-Dzikr (Al-Quran). Dari ayat ini mempunyai pengertian bahwa seluruh Al-Quran adalah dzikir, dari mulai kata sampai huruf bahkan titiknya pun adalah dzikir. Baik yang tertulis secara harfiah maupun maknawiyah.

Tetapi hal ini jangan dipahami bahwa orang yang telah mengamalkan dzikir tidak usah membaca Al-Quran. Karena itu, adalah pemahaman yang sempit, eksklusif dan ditunggangi oleh syetan dan nafsu.

Di dalam surat Shaad ayat 1 dikatakan bahwa Al-Quran adalah memiliki dzikir.
Sebagai contoh, dalam surat al-Mu’ minun ayat 1-9, Allah berfirman yang artinya : “Orang-orang yang beriman pasti akan berbahagia (yaitu) orang-orang yang khusyu’ dalam shalatnya. Dan orang-orang yang pasrah menjauhkan diri dari perkara-perkara yang sia-sia dan orang-orang yang menunaikan zakat.

Dan orang-orang yang menjaga kemaluannya. Kecuali dengan isteri atau budak yang mereka miliki, maka mereka dalam hal ini tidak tercela. Barang siapa yang dibalik itu (zina, Homosexueel, dll), maka mereka itu orang-orang yang melampaui batas.

Dan orang-orang yang memelihara amanat yang dipikulnya dan janjinya. Dan orang-orang yang memelihara sembahyangnya”.


Dari ayat diatas dapat dipahami bahwa untuk menjadi orang bahagia harus memenuhi kriteris yang telah disebutkan dalam ayat 2-9.

Dalam memenuhi kriteria terkait dengan berbagai disiplin ilmu, diantaranya :
  1. Ilmu Tauhid, untuk mengesakan Allah dan menentukan arah yang satu yaitu dengan mengtahui sifat-sifat kesempurnaan Allah dan rasul-Nya dan lain-lain.

  2. Ilmu Fiqh, untuk mengatur sah atau tidaknya yaitu dengan melihat syarat dan rukun dari pekerjaan-pekerjaan tersebut.

  3. Ilmu Tasawwuf, untuk mengupayakan pembersihan hati dari berbagai macam penyakit, supaya dalam melaksanakan ibadahnya menjadi ikhlas. Yaitu dengan belajar dzikir melalui suatu tarekat. Baik dzikir jahar maupun khafi supaya mampu mengendalikan nafsu dan mengalahkan syetan juga mengendalikan hati. Dengan dibimbing oleh seorang Guru Mursyid yang mempunyai peranan sangat penting dalam membimbing rohani muridnya dari godaan syetan dan nafsu.

Dengan penggabungan tersebut, maka akan mampu shalat dengan khusyu’, akan terhindar dari hal-hal yang sia-sia, tidak sulit dalam mengeluarkan zakat, amanat dan janjinya, juga memelihara sembahyangnya




(KH Shohibulwafa Tajul Arifin/Abah Anom Suryalaya)


(KH. M. Zein ZA. Bazul Asyhab)

sumber : suryalaya.org

konsep manusia sempurna (ulil albab)

KONSEP MANUSIA SEMPURNA (ULIL ALBAB)
Oleh : KH. M. Zein ZA. Bazul Asyhab
ceramah/khidmat manaqib tqn suryalaya agustus 2000


Dalam Al-Quran manusia sempurna itu disebut Ulil Albab. Siapakah ulil albab itu? Dalam surat Ali Imran dijelaskan siapa itu Ulil Albab. Menurut surat tersebut untuk mencetak Ulil Albab diperlukan dua konsep utama, yaitu :
  1. Cetaklah manusia agar menjadi ahli dzikir

    Mengapa dakwah Islam di dunia terasa tumpul ? Khususnya di Indonesia yang semarak dakwah melawati media cetak atau media elektronik masih banyak orang berbuat kemungkaran dan kejahatan ?

    Kalau diibaratkan dakwah Islam itu adalah benih (bibit) yang terus menerus ditanam, padahal tanah hatinya (manusia) tidak pernah diolah dan digarap. Akhirnya benih tersebut tidak tumbuh subur dan kemungkinan benih tersebut bisa mati karena tanahnya tidak dirawat dengan baik.

    Bagaimana mengolah hati tersebut ? Tidak lain caranya dan alatnya kecuali dengan dzikrullah, sehingga menjadi subur.

  2. Cetaklah manusia agar menjadi ahli fikir

    Seorang yang mampu mengkaji dan meneliti alam semesta.

    Langit ditembus dan bumi dijelajahi.

    Kedua konsep itu harus dikembangkan secara seimbang, agar tidak berat sebelah.

    Seorang ahli fikir yang tidak mau berdzikir tentu akan bahaya, karena akan selalu kalah oleh syetan dan hatinya penuh dengan berbagai penyakit hati. Sebaliknya orang yang berdzikir tidak mau mengembangkan daya fikirnya, maka tidak akan dirasakan rahmatnya bagi orang lain.
Untuk itu di Pondok Pesantren Suryalaya dikembangkan dua konsep tersebut yaitu daya dzikir dan daya fikir secara seimbang. Dengan motto Ilmu Amaliah Amal Ilmiah.


(KH Shohibulwaa Tajul Arifin/Abah Anom Suryalaya)


(Oleh : KH. M. Zein ZA. Bazul Asyhab)

sumber : suryalaya.org