Tuesday, January 3, 2012

tahun kelahiran tokoh islam

Tahun kelahiran tokoh-tokoh Islam

Banyak tokoh-tokoh islam yang banyak diteladani oleh Kaum Islam seperti 4 madzab Fiqih terkenal (Hanafi, Maliki, Syafi'i, Hambali) dan tokoh-tokoh sufi seperti Syekh Abdul Qodir Al-Jaelani.

Berikut tahun kelahiran mereka :

  • 570/571 M

    • Nabi Muhammad SAW (Nabi ke 25 & Nabi terakhir Umat Islam)

  • 622 M - 1000 M / 1-1000 H ( 1 H = 622 M)


    • 658 M / 38 H

      Sayyidunaa Zainul ‘Aabidinn r.a (Mursyid ke 6 TQN Suryalaya)

      Sumber : http://id.wikipedia.org/wiki/Ali_bin_Husain


    • 675 M / 57 H

      Sayyidunaa Muhammadul Baaqir r.a (Mursyid ke 7 TQN Suryalaya)

      sumber : http://id.wikipedia.org/wiki/Muhammad_al-Baqir


    • 63 H

      Umar Bin Abdul Aziz (Khalifah ke 5 Umat Islam)

      Umar Bin Abdul Aziz merupakan cucu dari Umar Bin Khattab

    • 80 H

      Imam Hanafi (Salah stau Imam 4 Madzab Fiqih Sunni terkenal)

    • 93 H

      Imam Maliki i (Salah stau Imam 4 Madzab Fiqih Sunni terkenal)

    • Meninggal pada tahun 112 H

      Sayyidunaa Ja’farus Shoodiq r.a (Mursyid ke 8 TQN Suryalaya)

      sumber : http://id.wikipedia.org/wiki/Ja%27far_ash-Shadiq

    • 745 M - 799 M / 128 H - 183 H

      Sayyidunaa Imam Muusa Alkaadhim r.a (Mursyid ke 9 TQN Suryalaya)

      sumber : http://id.wikipedia.org/wiki/Musa_al-Kadzim

    • 150 H

      Imam Syafi'i (Salah stau Imam 4 Madzab Fiqih Sunni terkenal)

    • 765 M - 818 M / 148 H - 203 H

      Syeikh Abul Hasan ‘Alii bin Muusa r.a (mursyid ke 10 TQN Suryalaya)

      sumber : http://id.wikipedia.org/wiki/Ali_ar-Ridha

    • 766 M

      Harun Ar-Rasyid (Khalifah Umat Islam yang membuat masa ke emasan Islam yang pemerintahannya di Baghdad)

      Harun Ar-Rasyid lahir di Rayy pada tahun 766 dan wafat pada tanggal 24 Maret 809, di Thus, Khurasan.

      Harun Ar-Rasyid adalah kalifah kelima dari kekalifahan Abbasiyah dan memerintah antara tahun 786 hingga 803. Ayahnya bernama Muhammad Al-Mahdi, khalifah yang ketiga dan kakaknya, Musa Al-Hadi adalah kalifah yang keempat.Ibunya Jurasyiyah dijuluki Khayzuran berasal dari Yaman.

      Referensi lebih lanjut : http://id.wikipedia.org/wiki/Harun_Ar-Rasyid

    • 781 M / 164 H

      Imam Hambali (Salah stau Imam 4 Madzab Fiqih Sunni terkenal)

    • 1058 / 450 H

      Imam Al-Ghazali (tokoh sufi, penulis kitab Ihya Ulumudin)

      sumber : http://id.wikipedia.org/wiki/Al-Ghazali


    • 470 H

      Syekh Abdul Qodir Al-Jaelani (Mursyid ke 17 TQN Suryalaya, Tokoh Sufi dan merupakan Sultanul Auliya/Pemimpi para Wali Allah pada zamannya)

      Lahir pada tanggal 2 Ramadhan di Iran

  • 1000 - 1900 M

    • 1138

      Salahuddin Ayyubi atau Saladin (Tokoh Sufi, Khalifah Umat Islam yang membebasakan Palestina)

      Salahuddin Ayyubi atau Saladin atau Salah ad-Din (1138 - 4 Maret 1193) adalah seorang jendral dan pejuang muslim Kurdi dari Tikrit (daerah utara Irak saat ini). Ia mendirikan Dinasti Ayyubiyyah di Mesir, Suriah, sebagian Yaman, Irak, Mekkah Hejaz dan Diyar Bakr. Salahuddin terkenal di dunia Muslim dan Kristen karena kepemimpinan, kekuatan militer, dan sifatnya yang ksatria dan pengampun pada saat ia berperang melawan tentara salib. Sultan Salahuddin Al Ayyubi juga adalah seorang ulama. Ia memberikan catatan kaki dan berbagai macam penjelasan dalam kitab hadits Abu Dawud

      Referensi lebih lanjut : http://id.wikipedia.org/wiki/Salahuddin_Ayyubi

    • 1263 M - 1328 / 661 H - 728 H

      Ibnu Taimiyah (Tokoh Anti Sufi)

      Sumber : http://id.wikipedia.org/wiki/Ibnu_Taimiyah

    • 1332 M

      Muhammad Ibnu Abbad (Tokoh Sufi Tarekat Syadziliyah)

      Muhammad Ibnu Abbad (1332-1390) adalah seorang tokoh sufi Tarekat Syadziliyah terkemuka kelahiran Spanyol pada abad ke-14. Ia lahir pada tahun 1332 di Ronda, sebuah kota di puncak bukit di Spanyol, yang waktu itu berada di bawah kekuasaan Dinasti Mariniyah.

      Pada usia tujuh tahun ia sudah dapat menghafah al-Qur’an dan mulai mempelajari fiqih Madzhab Maliki.

      referensi lebih lanjut : http://sufinews.com/index.php/Tokoh-Sufi/muhammad-ibnu-abbad.sufi

    • 1442 M / 846 H

      Abul Abbas Ahmad bin Ahmad bin Muhammad bin Isa / Syeikh Zarruq (Tokoh Sufi, Mursyid Thariqah Asy-Syadziliyah)

      Syeikh Zarruq dilahirkan hari Kamis ketika matahari terbit, 28 Muharram tahun 846 H, atau 1442 Masehi.

      Referensi lebih lanjut : http://sufinews.com/index.php/Tokoh-Sufi/syeikh-zarruq.sufi

    • 1636 M / 1044 H

      Al-Imam al-Sayid Abdullah bin Alwi bin Muhammad al-Haddad (Tokoh sufi, penulis ratib Al-haddad)

      dilahirkan di pinggiran kota Tarim, sebuah kota bagian dari Hadramaut, Yaman Selatan, pada malam Senin tanggal 5 Shafar 1044H/1636 M..

      referensi lebih lanjut : http://sufinews.com/index.php/Tokoh-Sufi/abdullah-al-haddad.sufi

    • 1701 M - 1793 M / 1115 H - 1206 H

      Muhammad bin Abdul Wahhab (Tokoh Anti Sufi/tarekat, pendiri Wahabi Salafi)

      sumber : http://id.wikipedia.org/wiki/Muhammad_bin_Abdul_Wahhab

    • 1870 M / 1286 H

      Kiai Haji Nahrowi Dalhar atau Mbah Dalhar (Tokoh Sufi)

      Mbah Dalhar dilahir kan pada 10 Syawal 1286 H atau 10 Syawal 1798 – Je (12 Januari 1870 M) di Watucongol, Muntilan, Magelang, Jawa Tengah

      Referensi lebih lanjut : http://sufinews.com/index.php/Tokoh-Sufi/waliyullah-gunung-pring.sufi

    • 1881 M

      Asy-Syaikh Abdul Malik (Tokoh Sufi, Mursyid Thariqah An-Naqsabandiyah Al-Khalidiyah dan Thariqah Asy-Syadziliyah)

      lahir di Kedung Paruk, Purwokerto pada hari Jum’at 3 Rajab 1294 H (1881)

      Referensi lebih lanjut : http://sufinews.com/index.php/Tokoh-Sufi/syaikh-abdul-malik-sesepuh-mursyid-naqsabandiyah-khalidiyah-tanah-jawa.sufi

  • 1900 M - 2000 M


    • 1905 M / 1324 H

      KHR. Abdullah bin Nuh dilahirkan di kota Cianjur pada tahun: 1324 H/ 1905 M,

      Referensi lebih lanjut : http://sufinews.com/index.php/Tokoh-Sufi/kh-abdullah-bin-nuh.sufi


    • 1906

      Hasan Al-Banna (Tokoh Sufi, Pendiri Ikhwanul Muslimin)

      Hassan al-Banna dilahirkan pada tanggal 14 Oktober 1906 di desa Mahmudiyah kawasan Buhairah, Mesir. Pada usia 12 tahun, Hasan al-Banna telah menghafal al-Qur'an. Ia adalah seorang mujahid dakwah, peletak dasar-dasar gerakan Islam sekaligus sebagai pendiri dan pimpinan Ikhwanul Muslimin (Persaudaraan Muslimin).

      Referensi lebih lanjut : http://id.wikipedia.org/wiki/Hasan_al-Banna


    • 1333 H

      KH. Abdul hamid (Tokoh Sufi)

      Lahir pada tahun 1333 H, di Desa Sumber Girang, Lasem, Rembang, Jawa Tengah.Wafat 25 Desember 1985.

      Referensi lebih lanjut : http://sufinews.com/index.php/Tokoh-Sufi/kh-abdul-hamid.sufi


    • 1915

      Syekh Ahmad Shohibulawafa Tajul Arifin Qs / Abah Anom Suryalaya
      (Tokoh Sufi, Mursyid ke 37 TQN Suryalaya dan merupakan Sultanul Auliya / Pemimpin Para Wali Allah pada jamannya)


Kalender Hijriyah juga digunakan sebagai sistem penanggalan sehari-hari. Kalender Islam menggunakan peredaran bulan sebagai acuannya, berbeda dengan kalender biasa (kalender Masehi) yang menggunakan peredaran matahari

Pada sistem Kalender Masehi, sebuah hari/tanggal dimulai pada pukul 00.00 waktu setempat. Namun pada sistem Kalender Hijriah, sebuah hari/tanggal dimulai ketika terbenamnya matahari di tempat tersebut.

Kalender Hijriyah dibangun berdasarkan rata-rata silkus sinodik bulan kalender lunar (qomariyah), memiliki 12 bulan dalam setahun. Dengan menggunakan siklus sinodik bulan, bilangan hari dalam satu tahunnya adalah (12 x 29,53059 hari = 354,36708 hari).Hal inilah yang menjelaskan 1 tahun Kalender Hijriah lebih pendek sekitar 11 hari dibanding dengan 1 tahun Kalender Masehi.

sumber : coretan-tqn-suryalaya.blogspot.com

Tuesday, December 13, 2011

manqobah 1 syek abdul qodir jaelani

Manqobah 1 - Menerangkan Tentang Nasab Keturunan Syekh Abdul Qodir Jaelani QS

NASAB DARI AYAH

Sayyid Abu Muhammad Abdul Qodir Jaelani ayahnya bernama : Abu Sholeh Janki Dausat, putra Abdullah, putra Yahya az-Zahid, putra Muhammad, putra Daud, putra Musa at-Tsani, putra Musa al-Jun, Jun, putra Abdulloh al-Mahdi, putra Hasan al-Mutsanna, cucu Nabi Muhammad SAW., Putra Sayyidina 'Ali Karromallohu Wajhahu.

NASAB DARI IBU

Sayyid Abdul Qodir Jaelani ibunya bernama : Ummul Khoer Ummatul Jabbar Fathimah putra Sayyid Muhammad putra Abdulloh asSumi'i, putra Abi Jamaluddin as-Sayyid Muhammad, putra al-Iman Sayid Mahmud bin Thohir, putra al-Imam Abi Atho, putra sayid Abdulloh al-Imam Sayid Kamaludin Isa, putra Imam Abi Alaudin Muhammad al-Jawad, putra Ali Rido Imam Abi Musa al-Qodim, putra Ja'far Shodiq, putra Imam Muhammad al-Baqir, putra Imam Zaenal Abidin, putra Abi Abdillah al-Husain, putra Ali bin Abi Tholib Karromallohu wajhah.

Dengan demikian, Syekh Abdul Qodir Jaelani adalah Hasani dan sekaligus Husaini.

Allohummanshur alaihi rohmatauw waridhwana, wa amiddana fi kulli waqtiu wamakaan.

Wednesday, December 7, 2011

cerita sufi - tiga ekor ikan

Suatu kali di sebuah kolam hiduplah tiga ekor ikan. Si Pandai, Si Agak Pandai, dan Si Bodoh. Mereka hidup biasa-biasa saja sebagaimana ikan-ikan yang hidup di tempat lain, sampai suatu hari datanglah seorang manusia.

Manusia itu membawa jala, dan Si Pandai melihatnya dari dalam air. Mengingat kembali pengalamannya, cerita-cerita yang pernah didengarnya, dan kecerdikannya, Si Pandai memutuskan untuk bertindak. "Hampir tak ada tempat untuk bersembunyi di kolam ini," pikirnya. "Aku sebaiknya pura-pura mati."

Si Pandai rnengerahkan seluruh tenaganya dan melompat keluar kolam, Ia jatuh persis di kaki penjala ikan, yang tentu saja terkejut. Namun karena Si Pandai menahan nafas, si penjala ikan mengira bahwa ikan itu sudah mati, lalu melemparnya kembali ke kolam. Si Pandai pelan-pelan meluncur ke lubang kecil di dasar tepi kolam.

Ikan kedua, Si Agak Pandai, tidak begitu paham tentang apa yang sedang terjadi. Ia lantas berenang mendekati Si Pandai dan bertanya tentang segala sesuatunya.

"Sederhana saja," kata Si Pandai, "Aku pura-pura mati, dan ia melemparku kembali."

Si Agak Pandai pun segera melompat keluar air, jatuh dekat kaki penjala ikan itu. "Aneh," pikir penjala itu, "Ikan-ikan ini berloncatan keluar dari kolam."

Karena Si Agak Pandai lupa menahan napas, tahulah penjala ikan itu bahwa ikan itu masih hidup dan menaruhnya dalam keranjang.

Ia kembali mengamati kolam, dan karena masih bingung akan perilaku ikan-ikan yang berloncatan ke tanah kering di dekatnya, ia pun lupa menutup keranjangnya.

Si Agak Pandai, begitu menyadarinya, berjumpalitan berulang kali, lagi dan lagi, hingga berhasil masuk kembali ke kolam. Ia mencari ikan pertama dan dengan terengah-engah bersembunyi di sampingnya.

Ikan ketiga, Si Bodoh, tak mampu memetik pelajaran dari semuanya, bahkan setelah ia mendengarkan cerita ikan pertama dan kedua. Mereka terpaksa kembali bercerita, menegaskan pentingnya menahan napas, untuk berpura-pura mati.

"Terima kasih banyak, saya sudah mengerti," ujar Si Bodoh. Selesai berkata, ia melentingkan tubuhnya keluar air, mendarat tepat di sebelah kaki penjala ikan itu.

Penjala ikan itu, yang telah kehilangan dua ekor ikan sebelumnya, menaruh ikan yang satu itu ke dalam keranjang tanpa mau repot rnemastikan apakah ikan itu hidup atau mati. Ia menebar jalanya lagi ke kolam, namun kedua ikan yang pertama telah aman bersembunyi di dasar kolam. Kali ini keranjang itu benar-benar tertutup rapat.

Akhirnya, penjala ikan itu berhenti. Ia membuka keranjang, dilihatnya ikan bodoh itu tidak bernapas, dan membawanya pulang untuk santapan kucing.

Sumber: Kisah Bijak Para Sufi oleh Idries Shah

Sunday, November 13, 2011

jangan perkuat temanmu bila suatu saat akan menjadi musuh

Diceritakan bahwa pada masa lalu, seorang pegulat tua yang namanya tersohor karena keahliannya dalam bergulat. Meski sudah tua namun hingga saat itu tidak ada pegulat lain yang dapat mengalahkannya. Sudah banyak pegulat yang ia jatuhkan dan bahkan ia telah mencapai tingkat guru besar di bidang gulat. Ia mengetahui 360 teknik penting gulat yang sebagiannya telah diajarkan kepada murid-muridnya. Pada satu hari ia memutuskan untuk tidak bergulat lagi dan memfokuskan perhatiannya untuk mengajar murid-muridnya. Semua pegulat di masa itu sangat menghormatinya dan menganggapnya sebagai guru besar gulat.

Di antara sekian banyak murid, pegulat tua itu sangat memperhatikan salah satu muridnya yang kuat dan telah mengajarkannya banyak teknik. Karena menurutnya, pegulat muda itu memiliki masa depan yang cerah. Ia mengetahui bahwa dalam waktu dekat, pegulat muda itu akan mencapai keberhasilan di bidang ini. Setiap hari, pegulat muda itu mampu meningkatkan kemampuannya dan menang di berbagai turnamen.

Pada satu hari, sang guru hendak mengajarkannya seluruh teknik yang masih tersisa kepada pegulat muda itu. Mendengar rencana gurunya, pegulat muda itu merasa sangat senang sekali karena ia tahu bahwa gurunya tidak mengajarkan seluruh teknik kepada murid-muridnya. Namun ketika ia telah mengetahui semua teknik gulat yang diajarkan gurunya, pegulat muda itu mulai merasa sombong dan congkak. Ia menganggap dirinya sebagai pegulat terkuat dan satu-satunya guru besar di bidang olahraga gulat.

Hingga saat itu tidak ada orang yang mampu menandingi kemampuannya, dan rentetan kemenangan tersebut membuat kepribadiannya semakin sombong. Ia sangat menyombongkan kemampuan dan kekuatannya sehingga ia lupa untuk menghormati gurunya. Di setiap kesempatan ia selalu berkoar bahwa ia mengetahui teknik gulat lebih banyak dari gurunya, dan jika ia tetap menghormatinya itu dikarenakan derajatnya sebagai guru. Menurut pegulat muda itu gurunya sama sekali tidak dapat menandinginya di medan laga.

Ungkapan itu juga dikemukakan oleh pegulat muda itu di depan raja. Mendengar hal tersebut, raja sangat sedih dan memerintahkan para pejabat istana untuk menggelar pertandingan antara pegulat muda itu dengan gurunya. Sang raja mengetahui bahwa pegulat muda ini akan kalah menghadapi gurunya, dan peristiwa itu akan menjadi hukuman besar baginya.

Tibalah hari pertandingan. Warga dan para pegulat berdatangan untuk menyaksikan pertandingan besar itu. Raja juga duduk di podium khusus untuk menyaksikan pertandingan itu. Pegulat muda dengan tubuh kekar dan kuat masuk ke medan terlebih dahulu, kemudian disusul oleh gurunya. Menyaksikan lengan dan dada kekar pemuda itu, sang guru mengetahui bahwa ia tidak akan pernah dapat menandinginya. Oleh karena itu sang guru mulai menyusun taktik untuk mengalahkan muridnya itu.

Pertandingan dimulai. Para penonton tidak dapat memperkirakan siapa yang akan menang. Para penonton muda bertaruh bahwa pegulat muda itu akan menang, namun dalam hati, mereka semua berharap sang guru memenangi pertandingan itu. Sang guru mulai melancarkan serangan. Pegulat muda itu terkejut dan kelabakan menangkis atau mematahkan serangan gurunya itu. Dan setelah tersudut dalam sekejap gurunya telah mengangkat tubuh muridnya itu dan membantingnya serta mengunci hingga pegulat muda itu tidak dapat bergerak. Para penonton pun sontak bergembira dan riuh bertepuk tangan. Sang raja senang sekali menyaksikan kemenangan guru itu. Sang raja menjabat tangan pegulat tua itu dan mempersilahkannya duduk di tempat khusus.

Kemudian, raja menghardik pegulat muda yang telah lancang berbicara tentang gurunya.

Pegulat muda itu menjawab, "Wahai raja, pegulat tua itu tidak mengalahkanku dengan kekuatan, melainkan dengan menggunakan teknik yang tidak aku ketahui dan ia tidak mengajarkannya kepadaku."

Sebelumnya, sang guru yang tahu bahwa muridnya akan tidak hormat kepadanya dan bahkan menantangnya bertanding, hanya mengajarkan 359 teknik gulat. Satu teknik penting yang tidak diajarkan kepadanya.

Sang guru akhirnya berdiri mendekati raja dan berkata kepada muridnya, "Sekarang tentu kau mengerti alasan mengapa aku tidak mengajarkan satu teknik kepadamu? Apakah kau tidak mendengar perkataan orang bijak bahwa "Jangan kau perkuat temanmu sedemikian rupa sehingga jika suatu hari ia menjadi musuh ia dapat mengalahkanmu?" (IRIB Indonesia)

sumber : indonesian.irib.ir

Monday, July 4, 2011

menikah kenapa takut ?

Menikah, Kenapa Takut?
Oleh: DR. Amir Faishol Fath


Kita hidup di zaman yang mengajarkan pergaulan bebas, menonjolkan aurat, dan mempertontonkan perzinaan. Bila mereka berani kepada Allah dengan melakukan tindakan yang tidak hanya merusak diri, melainkan juga menghancurkan institusi rumah tangga, mengapa kita takut untuk mentaati Allah dengan membangun rumah tangga yang kokoh? Bila kita beralasan ada resiko yang harus dipikul setelah menikah, bukankah perzinaan juga punya segudang resiko? Bahkan resikonya lebih besar. Bukankankah melajang ada juga resikonya?

Hidup, bagaimanapun adalah sebuah resiko. Mati pun resiko. Yang tidak ada resikonya adalah bahwa kita tidak dilahirkan ke dunia. Tetapi kalau kita berpikir bagaimana lari dari resiko, itu pemecahan yang mustahil. Allah tidak pernah mengajarkan kita agar mencari pemecahan yang mustahil. Bila ternyata segala sesuatu ada resikonya, maksiat maupun taat, mengapa kita tidak segera melangkah kepada sikap yang resikonya lebih baik? Sudah barang tentu bahwa resiko pernikahan lebih baik daripada resiko pergaulan bebas (baca: zina). Karenanya Allah mengajarkan pernikahan dan menolak perzinaan.

Saya sering ngobrol, dengan kawaan-kawan yang masih melajang, padahal ia mampu untuk menikah. Setelah saya kejar alasannya, ternyata semua alasan itu tidak berpijak pada fondasi yang kuat: ada yang beralasan untuk mengumpulkan bekal terlebih dahulu, ada yang beralasan untuk mencari ilmu dulu, dan lain sebagainya. Berikut ini kita akan mengulas mengenai mengapa kita harus segera menikah? Sekaligus di celah pembahasan saya akan menjawab atas beberapa alasan yang pernah mereka kemukakan untuk membenarkan sikap.

Menikah itu Fitrah

Allah Taala menegakkan sunnah-Nya di alam ini atas dasar berpasang-pasangan. Wa min kulli syai’in khalaqnaa zaujain, dan segala sesuatu kami ciptakan berpasang-pasangan (Adz-Dzariyaat: 49). Ada siang ada malam, ada laki ada perempuan. Masing-masing memerankan fungsinya sesuai dengan tujuan utama yang telah Allah rencanakan. Tidak ada dari sunnah tersebut yang Allah ubah, kapanpun dan di manapun berada. Walan tajida lisunnatillah tabdilla, dan kamu sekali-kali tidak akan mendapati perubahan pada sunnah Allah (Al-Ahzab: 62). Walan tajida lisunnatillah tahwiila, dan kamu tidak akan mendapati perubahan bagi ketetapan kami itu. (Al-Isra: 77)

Dengan melanggar sunnah itu berarti kita telah meletakkan diri pada posisi bahaya. Karena tidak mungkin Allah meletakkan sebuah sunnah tanpa ada kesatuan dan keterkaitan dengan sIstem lainnya yang bekerja secara sempurna secara universal.

Manusia dengan kecanggihan ilmu dan peradabannya yang dicapai, tidak akan pernah mampu menggantikan sunnah ini dengan cara lain yang dikarang otaknya sendiri. Mengapa? Sebab, Allah swt. telah membekali masing-masing manusia dengan fitrah yang sejalan dengan sunnah tersebut. Melanggar sunnah artinya menentang fitrahnya sendiri.

Bila sikap menentang fitrah ini terus-menerus dilakukan, maka yang akan menanggung resikonya adalah manusia itu sendiri. Secara kasat mata, di antara yang paling tampak dari rahasia sunnah berpasang-pasangan ini adalah untuk menjaga keberlangsungan hidup manusia dari masa ke masa sampai titik waktu yang telah Allah tentukan. Bila institusi pernikahan dihilangkan, bisa dipastikan bahwa mansuia telah musnah sejak ratusan abad yang silam.

Mungkin ada yang nyeletuk, tapi kalau hanya untuk mempertahankan keturunan tidak mesti dengan cara menikah. Dengan pergaulan bebas pun bisa. Anda bisa berkata demikian. Tetapi ada sisi lain dari fitrah yang juga Allah berikan kepada masing-masing manusia, yaitu: cinta dan kasih sayang, mawaddah wa rahmah. Kedua sisi fitrah ini tidak akan pernah mungkin tercapai dengan hanya semata pergaulan bebas. Melainkan harus diikat dengan tali yang Allah ajarkan, yaitu pernikahan. Karena itulah Allah memerintahkan agar kita menikah. Sebab itulah yang paling tepat menurut Allah dalam memenuhi tuntutan fitrah tersebut. Tentu tidak ada bimbingan yang lebih sempurna dan membahagiakan lebih dari daripada bimbingan Allah.

Allah berfirman fankihuu, dengan kata perintah. Ini menunjukan pentingnya hakikat pernikahan bagi manusia. Jika membahayakan, tidak mungkin Allah perintahkan. Malah yang Allah larang adalah perzinaan. Walaa taqrabuzzina, dan janganlah kamu mendekati zina (Al-Israa: 32). Ini menegaskan bahwa setiap yang mendekatkan kepada perzinaan adalah haram, apalagi melakukannya. Mengapa? Sebab Allah menginginkan agar manusia hidup bahagia, aman, dan sentosa sesuai dengan fitrahnya.

Mendekati zina dengan cara apapun, adalah proses penggerogotan terhadap fitrah. Dan sudah terbukti bahwa pergaulan bebas telah melahirkan banyak bencana. Tidak saja pada hancurnya harga diri sebagai manusia, melainkan juga hancurnya kemanusiaan itu sendiri. Tidak jarang kasus seorang ibu yang membuang janinnya ke selokan, ke tong sampah, bahkan dengan sengaja membunuhnya, hanya karena merasa malu menggendong anaknya dari hasil zina.

Perhatikan bagaimanan akibat yang harus diterima ketika institusi pernikahan sebagai fitrah diabaikan. Bisa dibayangkan apa akibat yang akan terjadi jika semua manusia melakukan cara yang sama. Ustadz Fuad Shaleh dalam bukunya liman yuridduz zawaj mengatakan, “Orang yang hidup melajang biasanya sering tidak normal: baik cara berpikir, impian, dan sikapnya. Ia mudah terpedaya oleh syetan, lebih dari mereka yang telah menikah.”

Menikah Itu Ibadah

Dalam surat Ar-Rum: 21, Allah menyebutkan pentingnya mempertahankan hakikat pernikahan dengan sederet bukti-bukti kekuasaan-Nya di alam semesta. Ini menunjukkan bahwa dengan menikah kita telah menegakkan satu sisi dari bukti kekusaan Allah swt. Dalam sebuah kesempatan Rasulullah saw. lebih menguatkan makna pernikahan sebagai ibadah, “Bila seorang menikah berarti ia telah melengkapi separuh dari agamanya, maka hendaknya ia bertakwa kepada Allah pada paruh yang tersisa.” (HR. Baihaqi, hadits Hasan)

Belum lagi dari sisi ibadah sosial. Dimana sebelum menikah kita lebih sibuk dengan dirinya, tapi setelah menikah kita bisa saling melengkapi, mendidik istri dan anak. Semua itu merupakan lapangan pahala yang tak terhingga. Bahkan dengan menikah, seseorang akan lebih terjaga moralnya dari hal-hal yang mendekati perzinaan. Alquran menyebut orang yang telah menikah dengan istilah muhshan atau muhshanah (orang yang terbentengi). Istilah ini sangat kuat dan menggambarkan bahwa kepribadian orang yang telah menikah lebih terjaga dari dosa daripada mereka yang belum menikah.

Bila ternyata pernikahan menunjukkan bukti kekuasan Allah, membantu tercapainya sifat takwa. dan menjaga diri dari tindakan amoral, maka tidak bisa dipungkiri bahwa pernikahan merupakan salah satu ibadah yang tidak kalah pahalanya dengan ibadah-ibadah lainnya. Jika ternyata Anda setiap hari bisa menegakkan ibadah shalat, dengan tenang tanpa merasa terbebani, mengapa Anda merasa berat dan selalu menunda untuk menegakkan ibadah pernikahan, wong ini ibadah dan itupun juga ibadah.

Pernikahan dan Penghasilan

Seringkali saya mendapatkan seorang jejaka yang sudah tiba waktu menikah, jika ditanya mengapa tidak menikah, ia menjawab belum mempunyai penghasilan yang cukup. Padahal waktu itu ia sudah bekerja. Bahkan ia mampu membeli motor dan HP. Tidak sedikit dari mereka yang mempunyai mobil. Setiap hari ia harus memengeluarkan biaya yang cukup besar dari penggunakan HP, motor, dan mobil tersebut. Bila setiap orang berpikir demikian apa yang akan terjadi pada kehidupan manusia?

Saya belum pernah menemukan sebuah riwayat yang menyebutkan bahwa Rasulullah saw. melarang seorang sahabatnya yang ingin menikah karena tidak punya penghasilan. Bahkan dalam beberapa riwayat yang pernah saya baca, Rasulullah saw. bila didatangi seorang sahabatnya yang ingin menikah, ia tidak menanyakan berapa penghasilan yang diperoleh perbulan, melainkan apa yang ia punya untuk dijadikan mahar. Mungkin ia mempunyai cincin besi? Jika tidak, mungkin ada pakaiannya yang lebih? Jika tidak, malah ada yang hanya diajarkan agar membayar maharnya dengan menghafal sebagian surat Alquran.

Apa yang tergambar dari kenyatan tersebut adalah bahwa Rasulullah saw. tidak ingin menjadikan pernikahan sebagai masalah, melainkan sebagai pemecah persoalan. Bahwa pernikahan bukan sebuah beban, melainkan tuntutan fitrah yang harus dipenuhi. Seperti kebutuhan Anda terhadap makan, manusia juga butuh untuk menikah. Memang ada sebagian ulama yang tidak menikah sampai akhir hayatnya seperti yang terkumpul dalam buku Al-ulamaul uzzab alladziina aatsarul ilma ‘alaz zawaj. Tetapi, itu bukan untuk diikuti semua orang. Itu adalah perkecualian. Sebab, Rasulullah saw. pernah melarang seorang sahabatanya yang ingin hanya beribadah tanpa menikah, lalu menegaskan bahwa ia juga beribadah tetapi ia juga menikah. Di sini jelas sekali bagaimana Rasulullah saw. selalu menuntun kita agar berjalan dengan fitrah yang telah Allah bekalkan tanpa merasakan beban sedikit pun.

Memang masalah penghasilan hampir selalu menghantui setiap para jejaka muda maupun tua dalam memasuki wilayah pernikahan. Sebab yang terbayang bagi mereka ketika menikah adalah keharusan membangun rumah, memiliki kendaraan, mendidik anak, dan seterusnya di mana itu semua menuntut biaya yang tidak sedikit. Tetapi kenyataannya telah terbukti dalam sejarah hidup manusia sejak ratusan tahun yang lalu bahwa banyak dari mereka yang menikah sambil mencari nafkah. Artinya, tidak dengan memapankan diri secara ekonomi terlebih dahulu. Dan ternyata mereka bisa hidup dan beranak-pinak. Dengan demikian kemapanan ekonomi bukan persyaratan utama bagi sesorang untuk memasuki dunia pernikahan.

Mengapa? Sebab, ada pintu-pintu rezeki yang Allah sediakan setelah pernikahan. Artinya, untuk meraih jatah rezki tersebut pintu masuknya menikah dulu. Jika tidak, rezki itu tidak akan cair. Inilah pengertian ayat iyyakunu fuqara yughnihimullahu min fadhlihi wallahu waasi’un aliim, jika mereka miskin Allah akan mampukan mereka dengan kurnia-Nya. Dan Allah Maha luas lagi Maha mengetahui (An-Nur: 32). Ini adalah jaminan langsung dari Allah, agar masalah penghasilan tidak dikaitkan dengan pernikahan. Artinya, masalah rezki satu hal dan pernikahan hal yang lain lagi.

Abu Bakar Ash-Shidiq ketika menafsirkan ayat itu berkata, “Taatilah Allah dengan menikah. Allah akan memenuhi janjinya dengan memberimu kekayaan yang cukup.” Al-Qurthubi berkata, “Ini adalah janji Allah untuk memberikan kekayaan bagi mereka yang menikah untuk mencapai ridha Allah, dan menjaga diri dari kemaksiatan.” (lihat Tafsirul Quthubi, Al Jami’ liahkamil Qur’an juz 12 hal. 160, Darul Kutubil Ilmiah, Beirut).

Rasulullah saw. pernah mendorong seorang sahabatnya dengan berkata, “Menikahlah dengan penuh keyakinan kepada Allah dan harapan akan ridhaNya, Allah pasti akan membantu dan memberkahi.” (HR. Thabarni). Dalam hadits lain disebutkan: Tiga hal yang pasti Allah bantu, di antaranya: “Orang menikah untuk menjaga diri dari kemaksiatan.” (HR. Turmudzi dan Nasa’i)

Imam Thawus pernah berkata kepada Ibrahim bin Maysarah, “Menikahlah segera, atau saya akan mengulang perkataan Umar Bin Khattab kepada Abu Zawaid: Tidak ada yang menghalangimu dari pernikahaan kecuali kelemahanmu atau perbuatan maksiat.” (lihat Siyar A’lamun Nubala’ oleh Imam Adz Dzahaby). Ini semua secara makna menguatkan pengertian ayat di atas. Di mana Allah tidak akan pernah membiarkan hamba-Nya yang bertakwa kepada Allah dengan membangun pernikahan.

Persoalannya sekarangan, mengapa banyak orang berkeluarga yang hidup melarat? Kenyataan ini mungkin membuat banyak jejaka berpikir dua kali untuk menikah. Dalam masalah nasib kita tidak bisa mengeneralisir apa yang terjadi pada sebagian orang. Sebab, masing-masing ada garis nasibnya. Kalau itu pertanyaanya, kita juga bisa bertanya: mengapa Anda bertanya demikian? Bagaimana kalau Anda melihat fakta yang lain lagi bahwa banyak orang yang tadinya melarat dan ternyata setelah menikah hidupnya lebih makmur? Dari sini bahwa pernikahan bukan hambatan, dan kemapanan penghasilan bukan sebuah persyaratan utama.

Yang paling penting adalah kesiapan mental dan kesungguhan untuk memikul tanggung jawab tersebut secara maksimal. Saya yakin bahwa setiap perbuatan ada tanggung jawabnya. Berzina pun bukan berarti setelah itu selesai dan bebas tanggungjawab. Melainkan setelah itu ia harus memikul beban berat akibat kemaksiatan dan perzinaan. Kalau tidak harus mengasuh anak zina, ia harus menanggung dosa zina. Keduanya tanggung jawab yang kalau ditimbang-timbang, tidak kalah beratnya dengan tanggung jawab pernikahan.

Bahkan tanggung jawab menikah jauh lebih ringan, karena masing-masing dari suami istri saling melengkapi dan saling menopang. Ditambah lagi bahwa masing-masing ada jatah rezekinya yang Allah sediakan. Tidak jarang seorang suami yang bisa keluar dari kesulitan ekonomi karena jatah rezeki seorang istri. Bahkan ada sebuah rumah tangga yang jatah rezekinya ditopang oleh anaknya. Perhatikan bagaimana keberkahan pernikahan yang tidak hanya saling menopang dalam mentaati Allah, melainkan juga dalam sisi ekonomi.

Pernikahan dan Menuntut Ilmu

Seorang kawan pernah mengatakan, ia ingin mencari ilmu terlebih dahulu, baru setelah itu menikah. Anehnya, ia tidak habis-habis mencari ilmu. Hampir semua universitas ia cicipi. Usianya sudah begitu lanjut. Bila ditanya kapan menikah, ia menjawab: saya belum selesai mencari ilmu.

Ada sebuah pepatah diucapkan para ulama dalam hal mencari ilmu: lau anffaqta kullaha lan tashila illa ilaa ba’dhiha, seandainya kau infakkan semua usiamu –untuk mencari ilmu–, kau tidak akan mendapatkannya kecuali hanya sebagiannya. Dunia ilmu sangat luas. Seumur hidup kita tidak akan pernah mampu menelusuri semua ilmu. Sementara menikah adalah tuntutan fitrah. Karenanya, tidak ada aturan dalam Islam agar kita mencari ilmu dulu baru setelah itu menikah.

Banyak para ulama yang menikah juga mencari ilmu. Benar, hubungan mencari ilmu di sini sangat berkait erat dengan penghasilan. Tetapi banyak sarjana yang telah menyelesaikan program studinya bahkan ada yang sudah doktor atau profesor, tetapi masih juga pengangguran dan belum mendapatkan pekerjaan. Artinya, menyelesaikan periode studi juga bukan jaminan untuk mendapatkan penghasilan. Sementara pernikahan selalu mendesak tanpa semuanya itu. Di dalam Alquran maupun Sunnah, tidak ada tuntunan keharusan menunda pernikahan demi mencari ilmu atau mencari harta. Bahkan, banyak ayat dan hadits berupa panggilan untuk segera menikah, terlepas apakah kita sedang mencari ilmu atau belum mempunyai penghasilan.

Berbagai pengalaman membuktikan bahwa menikah tidak menghalangi seorang dalam mencari ilmu. Banyak sarjana yang berhasil dalam mencari ilmu sambil menikah. Begitu juga banyak yang gagal. Artinya, semua itu tergantung kemauan orangnya. Bila ia menikah dan tetap berkemauan tinggi untuk mencari ilmu, ia akan berhasil. Sebaliknya, jika setelah menikah kemauannya mencari ilmu melemah, ia gagal. Pada intinya, pernikahan adalah bagian dari kehidupan yang harus juga mendapatkan porsinya. Perjuangan seseorang akan lebih bermakna ketika ia berjuang juga menegakkan rumah tungga yang Islami.

Rasulullah saw. telah memberikan contoh yang sangat mengagumkan dalam masalah pernikahan. Beliau menikah dengan sembilan istri. Padahal beliau secara ekonmi bukan seorang raja atau konglomerat. Tetapi semua itu Rasulullah jalani dengan tenang dan tidak membuat tugas-tugas kerasulannya terbengkalai. Suatu indikasi bahwa pernikahan bukan hal yang harus dipermasalahkan, melainkan harus dipenuhi. Artinya, seorang yang cerdas sebenarnya tidak perlu didorong untuk menikah, sebab Allah telah menciptakan gelora fitrah yang luar biasa dalam dirinya. Dan itu tidak bisa dipungkiri. Masing-masing orang lebih tahu dari orang lain mengenai gelora ini. Dan ia sendiri yang menanggung perih dan kegelisahan gelora ini jika ia terus ditahan-tahan.

Untuk memenuhi tuntutan gelora itu, tidak mesti harus selesai study dulu. Itu bisa ia lakukan sambil berjalan. Kalaupun Anda ingin mengambil langkah seperti para ulama yang tidak menikah (uzzab) demi ilmu, silahkan saja. Tetapi apakah kualitas ilmu Anda benar-benar seperti para ulama itu? Jika tidak, Anda telah rugi dua kali: ilmu tidak maksimal, menikah juga tidak. Bila para ulama uzzab karena saking sibuknya dengan ilmu sampai tidak sempat menikah, apakah Anda telah mencapai kesibukan para ulama itu sehingga Anda tidak ada waktu untuk menikah? Dari sini jika benar-benar ingin ikut jejak ulama uzzab, yang diikuti jangan hanya tidak menikahnya, melainkan tingkat pencapaian ilmunya juga. Agar seimbang.

Kesimpulan

Sebenarnya pernikahan bukan masalah. Menikah adalah jenjang yang harus dilalui dalam kondisi apapun dan bagaimanapun. Ia adalah sunnatullah yang tidak mungkin diganti dengan cara apapun. Bila Rasulullah menganjurkan agar berpuasa, itu hanyalah solusi sementara, ketika kondisi memang benar-benar tidak memungkinkan. Tetapi dalam kondisi normal, sebenarnya tidak ada alasan yang bisa dijadikan pijakan untuk menunda pernikahan.

Agar pernikahan menjadi solusi alternatif, mari kita pindah dari pengertian “pernikahan sebagai beban” ke “pernikahan sebagai ibadah”. Seperti kita merasa senang menegakkan shalat saat tiba waktunya dan menjalankan puasa saat tiba Ramadhan, kita juga seharusnya merasa senang memasuki dunia pernikahan saat tiba waktunya dengan tanpa beban. Apapun kondisi ekonomi kita, bila keharusan menikah telah tiba “jalani saja dengan jiwa tawakkal kepada Allah”. Sudah terbukti, orang-orang bisa menikah sambil mencari nafkah. Allah tidak akan pernah membiarkan hambaNya yang berjuang di jalanNya untuk membangun rumah tangga sejati.

Perhatikan mereka yang suka berbuat maksiat atau berzina. Mereka begitu berani mengerjakan itu semua padahal perbuatan itu tidak hanya dibenci banyak manusia, melainkan lebih dari itu dibenci Allah. Bahkan Allah mengancam mereka dengan siksaan yang pedih. Melihat kenyataan ini, seharusnya kita lebih berani berlomba menegakkan pernikahan, untuk mengimbangi mereka. Terlebih Allah menjanjikan kekayaan suatu jaminan yang luar biasa bagi mereka yang bertakwa kepada-Nya dengan membangun pernikahan. Wallahu a’lam bishshawab.

Sumber : http://www.dakwatuna.com/2007/menikah-mengapa-takut/

Tuesday, May 31, 2011

lelaki berbakti kepada orang tua dan istri berbakti kepada suami.

Lelaki Berbakti Kepada Orang Tua dan Istri Berbakti Kepada Suami

Banyaknya perceraian terjadi karena istri/suami tidak menyadari posisi masing2. Begitu pula kadang istri kurang menghormati ibu mertuanya sehingga bisa konflik bukan hanya dengan suami, tapi juga dengan ibu mertuanya.

Padahal Islam sudah mengatur posisi masing-masing. Ibarat tentara, Ada Jendral, ada Kapten, dan ada Kopral. Kopral harus menghormati Kapten dan Kapten harus menghormati Jenderal. Sehingga ada keteraturan.

Sebaliknya kalau semua merasa jendera, maka yang ada kekacauan.

Meski demikian Islam juga mengajarkan agar pemimpin tidak sewenang-wenang dan menyayangi orang yang dipimpinnya. Seorang suami misalnya punya kewajiban menafkahi
secara lahir dan batin pada keluarganya.

Dalam Islam ketaatan ditujukan kepada Allah, kemudian kepada RasulNya, yaitu Nabi Muhammad SAW.

Setelah itu, seorang pria wajib berbakti kepada ibunya. Setelah itu kepada ayahnya.

Sebaliknya seorang istri wajib berbakti kepada suaminya. Tidak pantas seorang istri mengatur-ngatur suami bahkan membuat suaminya takut kepada istri.
Berikut hadits-hadits tentang itu.

Seorang pria harus berbakti pada ibunya:
Hadis riwayat Abu Hurairah ra., ia berkata:
Seseorang datang menghadap Rasulullah saw. dan bertanya: Siapakah manusia yang paling berhak untuk aku pergauli dengan baik? Rasulullah saw. menjawab:
Ibumu. Dia bertanya lagi: Kemudian siapa? Rasulullah saw. menjawab: Kemudian ibumu. Dia bertanya lagi: Kemudian siapa? Rasulullah saw. menjawab: Kemudian
ibumu. Dia bertanya lagi: Kemudian siapa? Rasulullah saw. menjawab lagi: Kemudian ayahmu. (Shahih Muslim No.4621)

Hadis riwayat Abdullah bin Umar ra., ia berkata:
Seseorang datang menghadap Nabi saw. memohon izin untuk ikut berperang. Nabi saw. bertanya: Apakah kedua orang tuamu masih hidup? Orang itu menjawab: Ya. Nabi saw. bersabda: Maka kepada keduanyalah kamu berperang (dengan berbakti kepada mereka). (Shahih Muslim No.4623)

Ada pun seorang istri harus berbakti pada suaminya.
Sebab pada ijab-qabul, maka ayah mempelai wanita sebagai wali telah menyerahkan anaknya kepada sang suami.

Seorang istri harus berbakti pada suaminya:

Seorang isteri yang ketika suaminya wafat meridhoinya maka dia (isteri itu) akan masuk surga. (HR. Al Hakim dan Tirmidzi)

Allah Swt kelak tidak akan memandang (memperhatikan) seorang wanita yang tidak bersyukur kepada suaminya meskipun selamanya dia membutuhkan suaminya. (HR. Al Hakim)

Hak suami atas isteri ialah tidak menjauhi tempat tidur suami dan memperlakukannya dengan benar dan jujur, mentaati perintahnya dan tidak ke luar (meninggalkan) rumah kecuali dengan ijin suaminya, tidak memasukkan ke rumahnya orang-orang yang tidak
disukai suaminya. (HR. Ath-Thabrani)

Tidak sah puasa (puasa sunah) seorang wanita yang suaminya ada di rumah, kecuali dengan seijin suaminya. (Mutafaq’alaih)

Tidak dibenarkan seorang wanita memberikan kepada orang lain dari harta suaminya kecuali dengan ijin suaminya. (HR. Ahmad)

Tidak dibenarkan manusia sujud kepada manusia, dan kalau dibenarkan manusia sujud kepada manusia, aku akan memerintahkan wanita sujud kepada suaminya karena besarnya jasa (hak) suami terhadap isterinya. (HR. Ahmad)

Tak jarang seorang istri menganggap hina suaminya karena dia lebih kaya daripada suaminya. Penghasilannya lebih besar daripada suaminya. Padahal itu tidak baik.

Siti Khadijah meski beliau lebih kaya daripada suaminya, namun tetap menghormati dan menyayangi suaminya.

Meski seorang suami berkewajiban memberi nafkah bagi istrinya, namun di zaman sekarang ini banyak suami yang menganggur. Mereka tak dapat pekerjaan. Meski seorang istri berhak minta cerai, namun ada istri yang tetap sabar. Meski suaminya menganggur bertahun-tahun, namun dia tetap sabar. Sebagai gantinya justru dia yang bekerja menghidupi keluarganya.

Meski ada pertengkaran, namun secara keseluruhan istrinya tetap sabar dan terus memotivasi suaminya sehingga suaminya tetap semangat dan tidak putus asa. Akhirnya suaminya pun dapat bekerja dengan gaji yang tidak kalah besar dengan istrinya sehingga bisa menafkahi keluarganya. Itu jauh lebih baik ketimbang bercerai.

sumber : http://media-islam.or.id/2011/05/25/lelaki-berbakti-kepada-orang-tua-dan-istri-berbakti-kepada-suami/

untungnya dicintai oleh allah swt

Sebagai seorang manusia kita mempunyai banyak impian-impian. Tetapi menurut saya impian terpenting adalah bagaimana kita menjadi manusia yang dicintai dan diridhoi oleh Allah SWT.

Berikut merupkan keuntungan dicintai oleh Allah SWT :
  1. hidupnya selalu dibimbing oleh Allah
  2. dimudahkan semua urusan dunianya

    Semua cita-cita/impian/hajatnya didunia pasti dikabulkan. Dan insya allah rezeki akan dicukupi oleh allah SWT.

  3. dicintai oleh semua penghuni langit dan bumi
  4. setiap masalah selalu diberikan jalan keluarnya
  5. meninggal dalam keadaan khusnum khotimah

  6. masuk surga dan mendapatkan bidadari surga.