Friday, August 13, 2010

idul fitri menurut tasawuf

IDUL FITRI MENURUT TASAWUF
Oleh : KH. M. Zein ZA. Bazul Asyhab
ceramah/khidmat manaqib tqn suryalaya desember 2003


Allhumma ij’alna (ya Allah jadikanlah kami) minal aa‘idiina (termasuk kelompok orang yang ‘aaid). Aa’id artinya kembali kepada kesucian. Ini adalah arti yang biasa kita dengar. Akan tetapi arti ini terasa sepihak. Saya mengartikan aa‘idiina ini kembali normal. Seperti contoh mobil yang rusak kemudian dibawa ke bengkel supaya normal kembali. Tetapi ketika keluar dari bengkel remnya masih blong, atau knalpotnya masih bocor tentunya mobil ini belum kembali normal. Jadi aa‘idiina kembali utuh lagi. Memang sulit untuk mengartikan ini. Kurang lebih berfungsi kembali semua “onderdil-onderdilnya”.

Jadi tidak sebatas suci batin, apalah artinya jika pengetahuan tidak bertambah atau daya kreatifitas tetap saja, dengan orang lain masih bertengkar dan lain sebagainya.

Di dalam tasawuf aa’id artinya ruju’ (inna lillahi wa inna ilaihi roojii’un) pulang ke hadirat Allah. Kemana pulangnya? Sering kita bahas badanya di bumi tetapi ruhnya yang paling dalam yang disebutkan ruh al-Qudsi dibangunkan oleh talqin dibimbing ku pengamalan maka selanjutnya dia akan keluar dari badan kita kembali kepada Allah.

Jangan berfikir sempit kalau keluar ruhnya berarti mati. Ruh itu terdiri dari empat lapis . Lapis pertama ruh Jismani, ruh Ruhani, ruh Sultoni, dan keempat ruh al-Qudsi yang langsung diciptakan Allah dari cahaya Muhammad. Sedangkan cahaya itu diciptakan dari Nur Jamalilah Cahaya Allah langsung. Jadi dalam diri manusia pun ada intinya yaiitu yang sering ternodai dengan dosa. Ruh yang terdalam ini tidak akan keluar walaupun diceramah dengan semangat yang berkobar. Jika ingin terbuka maka harus dilakukan oleh orang yang sudah melakukan perjalanan ruhaniah, sudah sampai kepada Allah, sudah mendapat izin dari Allah untuk membukakan hati orang lain.

JANGAN MAIN MATA
Oleh : KH. M. Abdul Gaos SM.

Syaikh Abdul Qodir al-Jailani berkata : Idza dzukirot manaqibi fa ana haadiri Bilamana dibacakan manaqibku (meskipun waktunya bersan\maan dan dalam jumlah yang banyak) aku hadir bersama mereka. Di dalam salah satu manqobah dengan jelas kita bisa melihat hal ini. Begitupun Pangersa Abah selalu hadir dalam setiap mamaqib. Sebagai contoh Bapak Drs. Ading pernah melapor keoada Pangersa Abah untuk mengucapkan terima kasih karena Alhamdulillah yang ikut hadir di manaqib yang diadakan di rumahnya banyak. Maka Pangersa Abah menjawab “Abah pun hadir”. Jawaban ini meyakinkan kepada Bapak Ading (dan kepada kita) bahwa Pangersa Abah pun hadir dalam manaqib itu walauoun secara fisik tidak berada di tempat.

Jangan menggunakan kedua mata ini sebagai pandangan karena terbatas jaraknya. Tentu saja Pangersa Abah tidak ada di mesjid Nurul Asror ketika manaqib berlangsung melainkan beliau berada di Madrasah. Tapi jangan karena hal tersebut Anda berani meninggalkan manaqib sebelum selesai dibacakan sholawat Bani Hasyim. Bulan Ramadhan kemarin Pangersa Abah hadir di mesjid ini. Dan mengajarkan kepada kita untuk tetap diam di tempat sebelum manaqib selesai. Kalau saja harus merasa sakit karena menahan ingin buang air kecil itu lebihi baik dari pada meninggalkan Guru Mursyid sebelum manaqib selesai.

Masih mengenai manaqib saya juga ingin menghimbau jangan sekali-kali tawar-menawar ketika menjadi petugas. Disuruh baca Tanbih ingin ceramah, karena aplopnya lebih tebal. Jangan begitu. Walaupun tidak bisa mengaji jika ditunjuk untuk membaca al-Quran baca saja al-Fatihah bukankah itu juga al-Quran. Ikhlaslah dalam menjalankan Manaqib.

Pangersa Abah mengajarkan kepada kita untuk tidak mengejar materi (amplop) jika datang ke Manaqib. Karena hal itu menandakan bahwa kita masih mencintai dunia. Tetapi bukan berarti jika diberi menolak. Siapkan ongkos yang cukup, makan terlebih dulu sebelum pergi ke Manaqib supaya kita bisa khidmat mengikutinya.

sumber : www.suryalaya.org
sumber lainnya : www.tqn-jakarta.org

No comments: